sepucuk surat menyapa di sela waktu peraduanku
Selalu aku rasa,
kita akan bercakap dalam senyap, dengan bahasa langit yang hanya kita tahu
serta menyemai setiap harap yang kerap datang mengendap, lalu meresapinya ke hati dengan getir..
Selalu aku rasa,
kamu tersenyum di sana, ketika akupun tersenyum di sini,
dan kita dengan bahasa langit yang kita punya itu, secara bersahaja, menyapa larik-larik kenangan dan meniti setiap selasar waktu bersama desir rindu menoleh kalbu..
Selalu aku rasa,
kita tak dapat menafikan batas yang membentang dimana jarak membingkainya lalu menjadikan nyata serta membuat kita sadar bahwa pada akhirnya, dalam pilu kita berkata...
Biarlah, kita menyesap setiap serpihan senyap dan menikmatinya tak henti, hingga lelap, tanpa tatap tanpa ratap ..
(DIA)
****
Aku tak mampu, namun hanya bisa mengantarkan asa
Sekalipun cinta ku hampiri, tersipu malu mendekatinya,
mencoba memahami jutaan warna meresapi pangkalan sanubari, tak lekang aku tak menemukan definisi tentangnya..
meskipun memaknai ungkapan kedalaman, dasar laut tak mampu menyelami dangkalnya,
meskipun menerjemahkan ungkapan keluasaan, semesta tak mampu menjamah luasnya..
Sementara hati tergesa-gesa merangkai bahasa yang tak mampu dikenal oleh siapapun kecuali hanya Sang Pemilik Hati dan penikmatnya..
Mencoba menguraikan dengan goresan pena para penyair, bahkan tinta sebanyak air lautan tak kuasa menuliskan gejolaknya..
mencoba menguraikan dengan ketajaman lidah para orator, namun ternyata pedang saja tak sanggup menebas keutuhannya...
Maka biarlah hakikat cinta yang mampu menerangkan makna keindahan dzat serta kandungannya..
(AKU)
Kurnia Ningsih
Ciputat 31 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar